Jumat, 23 November 2012

Hari guru nasional dan Hari guru indonesia

0

Sejarah Hari Guru Indonesia (25 Nop)

guru jadi petugas upacara saat HUT guruPGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.
Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Sejarah Hari Guru Nasional


Dengan semangat hari guru marilah kita lebih menghormati dan menghargai jasa-jasa yang telah mereka berikan.

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini sangat mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.namun Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Setelah Prokamasi dikumandangkan,penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pun dilaksanakan pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.dan menghasilkan 3 tujuan, yaitu :

1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;

2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;

3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun di seluruh indonesia.

Senin, 19 November 2012

Laporan Study Lapangan Sejarah

0


Ø Museum Balaputra Dewa

  

    Museum Balaputradewa terletak di Jl. Srijaya Negara I No. 288, Palembang. Walaupun museum ini tidak terletak di jalan besar (kira-kira 400 meter dari jalan protokol), namun petunjuk jalan menuju museum ini cukup jelas. Museum ini menempati bangunan dengan arsitektur tradisional Palembang, dan berada dalam kompleks seluas 23565 meter persegi. Museum ini didirikan pada tahun 1978 dan berada di bawah pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional. Nama Balaputradewa diambil dari nama raja paling terkenal di kerajaan Sriwijaya.
          Koleksi Museum Balaputradewa terdiri dari prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya, benda-benda peninggalan kerajaan Palembang, sejarah perang kemerdekaan di Sumatera Selatan, dan barang-barang kebudayaan Sumatera Selatan. Dari koleksi yang ditampilkan di museum ini, kita bisa melihat bahwa Dari koleksi museum, kita bisa melihat bahwa kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat agama Budha yang terkemuka di dunia pada masanya. 




      Begitu banyak arca batu yang menggambarkan Buddha yang ditemukan di sekitar provinsi Sumatera Selatan, yang kemudian menjadi bagian dari koleksi museum. Di bagian belakang museum terdapat replika rumah limas, namun kami tidak bisa masuk ke dalamnya. Di bagian samping museum terdapat koleksi patung-patung yang ditemukan di berbagai situs yang diduga merupakan situs kerajaan Sriwijaya. Salah satu patung yang menarik perhatian adalah patung orang naik gajah, yang merupakan peninggalan era megalitikum di Palembang. Masyarakat menganggap patung ini merupakan bagian dari legenda si Pahit Lidah, di mana siapa pun yang dikutuk olehnya akan berubah menjadi batu.Begitu banyak arca batu yang menggambarkan Buddha yang ditemukan di sekitar provinsi Sumatera Selatan, yang kemudian menjadi bagian dari koleksi museum. Di bagian belakang museum terdapat replika rumah limas, namun kami tidak bisa masuk ke dalamnya. Di bagian samping museum terdapat koleksi patung-patung yang ditemukan di berbagai situs yang diduga merupakan situs kerajaan Sriwijaya. Salah satu patung yang menarik perhatian adalah patung orang naik gajah, yang merupakan peninggalan era megalitikum di Palembang. Masyarakat menganggap patung ini merupakan bagian dari legenda si Pahit Lidah, di mana siapa pun yang dikutuk olehnya akan berubah menjadi batu.
      Walaupun merupakan Museum Provinsi, namun Museum Balaputradewa jarang mendapat kunjungan dari umum, barangkali karena letaknya yang tidak di tepi jalan protokol. Bahkan ketika kami menginjakkan kaki di museum ini, hanya kami tamu yang berkunjung ke sana. Akan tetapi koleksi museum ini merupakan warisan berharga yang dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai sejarah wilayah Sumatera Selatan, terutama tentang kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Palembang.


Ø  Pulau Kemaro



    Pagoda berlantai 9, bangunan yang menjulang di tengah-tengah pulau, merupakan daya tarik utama bagi para pengunjung pulau Kemaro di sungai Musi, Palembang. Ada apa gerangan di pulau itu? bagaimana cara kamu bisa menuju ke sana?

   Klenteng yang dibangun sejak 1962 itu awalnya hanya berupa bangunan klenteng Klenteng Soei Goeat Kiong (atau yang lebih dikenal dengan Klenteng Kuan Im). Bangunan Pagoda berlantai 9 itu baru mulai dibangun tahun 2006. Di depan klenteng terdapat pula makam Tan Bun An dan Siti Fatimah yang berdampingan. Kisah cinta mereka berdualah yang menjadi legenda terbentuknya pulau ini.
Kemaro adalah pulau yang menurut arti namanya adalah Kemarau, karena konon pulau ini tidak pernah terendam saat sungai musi meluap naik dan merendam perumahan di sisi sungai. Kemaro Berjarak 5 km arah hilir dari jembatan Ampera (benteng Kuto Besak).
  Kamu bisa menuju pulau kemaro menggunakan perahu (baik perahu cepat maupun perahu klotok) dengan ongkos Rp 100.000 untuk satu perahu pulang pergi (semakin banyak orang yang menaiki perahu tentu ongkos setiap orang nya jadi lebih murah). Lama perjalanan jika menggunakan perahu klotok adalah 30 menit. Bagi kamu yang ingin menikmati perjalanan melintasi sungai musi, dianjurkan menggunakan perahu ini.



       Kegiatan yang paling ramai disana adalah perayaan Cap Go Meh, yaitu perayaan pada 15 hari (saat terang bulang) setelah tahun baru Imlek.Saat Cap Go Meh, pulau ini banyak dikunjungi oleh mereka yang ingin merayakannya dari berbagai penjuru tanah air, bahkan dibuat jalur khusus, berupa jembatan ponton (terapung) yang sengaja dibangun untuk mereka agar bisa menyebrang dari tepian dekat pabrik Intirub.

Pulau Kemarau, yang Akan Selalu Kemarau Meski di Tengah Sungai

     Pulau di tengah laut sepertinya sudah biasa. Tak disangka ternyata di tengah-tengah Sungai Musi di Palembang terdapat suatu pulau yang dinamakan Pulau Kemaro oleh penduduk setempat. Kemaro sendiri berasal dari bahasa Palembang, yang berati kemarau. Dinamakan demikian karena pulau ini tidak pernah digenangi air meskipun air sungai Musi meningkat, pulau ini akan tetap kering alias kemarau.
          Perjalanan menuju Pulau Kemarau di tempuh menggunakan ketek atau perahu kecil. Kita dapat menyewa ketek di depan Benteng Kuto Besak (BKB), perjalanan yang ditempuh sekitar 25 menit dengan tarif sekitar Rp. 100.000,- per kapal. Tarif tersebut untuk perjalan pulang-pergi (PP). Pemilik ketek akan menunggu kurang lebih selama 3 jam atau tergantung kesepakatan. Angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuh ditambah dengan goyangan kapal kekanan dan kekiri karena deburan gelombang air dari perahu besar yang lewat di dekat ketek menambah sensasi tersendiri dalam perjalanan ini.
Jika tidak suka berlama-lama di perjalanan, kita dapat menggunakan perahu boat, dengan tarif sekitar Rp. 150.000,- per kapal, waktu yang ditempuh hanya sekitar 15 menit tentu saja lebih cepat dibandingkan menggunakan ketek tapi sayangnya kita kurang bisa menikmati serunya di perjalanan.
          Di atas Pulau Kemarau terdapat sebuah pagoda besar, klenteng, pohon cinta, patung-patung dan gundukan-gundukan tanah yang katanya adalah makam dari Siti Fatimah, Tan Bun An, dan pengawalnya.
          Ada sebuah legenda yang diyakini masyarakat sebagai sejarah dari terbentuknya pulau ini. Di atas pulau kemarau ada sebuah batu prasasti yang menceritakan seperti ini “Ada legenda seorang putri raja bernama Siti Fatimah yang disunting oleh seorang saudagar Tionghoa yang bernama Tan Bun An pada zaman kerajaan Palembang, Siti Fatimah diajak kedaratan Tionghoa untuk melihat orang tua Tan Bun An setelah di sana beberapa watu Tan Bun An beserta istri pamit pulang ke Palembang dan dihadiahi 7 (tujuh) buah guci. Sesampainya di perairan Musi dekat Pulau Kemaro, Tan Bun An mau melihat hadiah yang diberikan, begitu dibuka Tan Bun An kaget sekali isinya sawi-sawi asin. Tanpa banyak berpikir langsung dibuangnya ke sungai, tapi guci terakhir terjatuh dan pecah di atas dek perahu layar, ternyata ada hadiah yang tersimpan di dalamnya, Tan Bun An tidak banyak berpikir ia langsung melompat ke sungai untuk mencari guci-guci tadi, sesorang pengawal juga terjun untuk membantu, melihat 2 (dua) orang tersebut tidak muncul Siti Fatimah pun ikut lompat untuk menolong, ternyata tiga-tiganya tidak muncul lagi, penduduk sekitar pulau sering mendatangi Pulau Kemarao untuk mengenang 3 (tiga) orang tersebut dan tempat tersebut dianggap sebagai tempat yang sangat keramat sekali”

          Selain legenda mengenai pulau kemarau tersebut, di pulau ini juga terdapat mitos tentang pohon cinta. Konon katanya apabila seseorang menuliskan namanya dan pasangannya di pohon cinta tersebut maka jalinan cinta mereka akan semakin langgeng dan mesrah dan bagi yang belum memiliki pasangan bila menuliskan namanya dan nama orang yang disukainya maka suatu saat nanti mereka akan menjadi sepasang kekasih baru

          Pulau Kemaro merupakan tempat yang spesial untuk etnis Thionghoa. Pulau ini akan ramai di datangi oleh para pengunjung etnis cina baik dari dalam maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Cina dan beberapa negara lainnya terutama pada saat Cap Go Me. Selain melawati jalur sungai pada hari itu akan disediakan jembatan dari tongkang untuk memudahkan akses kesana. Pada saat Cap Go Me juga ada pertunjukkan seperti barongsai, liong, wayang orang, tanjidor dan band.Perayaan Cap Go Me bisa menjadi moment yang pas jika ingin berkunjung ke sini.

Ø  BUKIT SIGUNTANG
Lokasi : Kelurahan Bukit Lama Kecamatan Ilir barat II, Kota Palembang.

Sejarah :
Bukit Siguntang adalah tempat bersejarah yang dikeramatkan, di dalm kompleks makam ini terdapat beberapa makam keramat, di antaranya:
- Raja Si Gentar Alam
- Putri Kembang Dadar
- Putri rambut Selako
- Panglima Bagus Kuning
- Panglima Bagus Karang
- Panglima Tuang Junjungan
- Panglima Raja Batu Api
Pada Tahun 1920, di sekitar bukit pernah ada sebuah patung Budha berciri Seni Amriwati dengan raut wajah Srilanka yang diduga berasal dari abad XI Masehi Patung tersebut sekarang berada di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Tempat ziarah peninggalan Kedatuan Sriwijaya yang terletak di ketinggian 27meter dari permukaan laut (tertinggi di Palembang). Karena udara yang sejuk dan posisi yang memungkinkan view bebas ke arah Kota Palembang bahkan Pulau Bangka, menjadikan tempat ini tidak hanya sebagai tempat ziarah, namun juga menjadi tempat rekreasi.
          Kawasan Bukit Siguntang yang berada di Bukit Besar Palembang sejak lama menyimpan cerita misteri. Meski demikian, hal itu tidak mengurungkan niat banyak orang untuk mengunjungi kawasan elok ini.
          Kawasan ini dengan ketinggian sekitar 27 meter di atas permukaan laut tepatnya di Kelurahan Bukit Lama. Jika berada di atas bukit, kita bisa memandang sebagian Kota Palembang.

          Berdasarkan cerita legenda dan dongeng, setiap tokoh yang dimakamkan itu memiliki karisma dan sejarah masing-masing. Kini, masing-masing makam yang berada di kaki bukit dan mengarah ke puncak bukit masih terawat baik. Dari hasil penemuan pada tahun 1920 di sekitar bukit ini telah ditemukan sebuah patung (arca) Buddha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad XI masehi yang sekarang diletakkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

          Tempat ini sampai sekarang masih tetap dikeramatkan karena di sini terdapat beberapa makam Raja Sriwijaya. Di antaranya Radja Si Gentar Alam, Putri Kembang Dadar, Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus Karang, Putri Rambut Selako, Pangeran Radja Batu Api, Panglima Tuan Djundjungan. Para tokoh itu berasal dari masa akhir Kerajaan Sriwijaya dari Mataram Hindu dan keturunanMajapahit.
Nyai Atun (75), salah seorang juru kunci yang berasal dari Pacitan, Jawa Timur, sudah puluhan tahun kerja di sana. Saat ditemui Suara SJI, Atun menyayangkan tak ada petunjuk khusus yang bisa didapatkan soal sejarah dan bagaimana keberadaan makam-makam itu. ”Di depan makam hanya tertulis nama tokoh dengan tujuh makam Raja Sriwijaya, tanpa keterangan sedikit pun,” ungkapnya.


          Menurut Atun, Kerajaan Sriwijaya merupakan keturunan dari Majapahit yang pusat kerajaannya berada di Kota Palembang. Hal ini dikuatkan dengan foto udara yang menggambarkan adanya kanal-kanal yang menunjukkan tempat pertahanan atau benteng dari kerajaan.
          Sebaliknya, Kepala Bidang Objek Pariwisata Kota Palembang Ahmad Zazuli mengatakan, di Bukit Siguntang terdapat delapan makam. Yang terakhir adalah Panglima Jago Lawang. “Memang tak begitu jelas tentang keberadaan makam itu. Yang pasti, makam itu berada di dataran tinggi untuk menghindaribanjir,”ujarnya.
Bukit Siguntang pernah menjadi pusat Kerajaan Palembang yang dipimpin Parameswara, adipati di bawah Kerajaan Majapahit. Sekitar tahun 1511, Parameswara memisahkan diri dari Majapahit dan merantau ke Malaka. Di sana ia sempat bentrok dengan pasukan Portugis yang hendak menjajah Nusantara. Adipati itu menikah dengan putri penguasa Malaka, menjadi raja, dan menurunkan raja-raja Melayu yang berkuasa di Malaysia, Singapura, dan Sumatera.



 
                   Radja S   igentar Alam merupakan raja tertua di antara tujuh raja Sriwijaya. Kisah perjalanan Raja Macedonia ini, menurut versi cerita rakyat Melayu, adalah cerita tentang Radja Sigentar Alam. Nama aslinya Iskandar Zulkarnain Sahalam, dengan nama serumpun Malaysia Johor. Kakaknya bernama Permai Swana dengan nama asli Datuk Iskandar Sahalam yang berada di Malaysia Johor.
          Radja Sigentar Alam berasal dari Kerajaan Mataram Kuno Majapahit, yang menganut agama Hindu-Buddha. Datang ke Lembang Melayu membawa kapal mengarungi samudera hingga tiba di Lancang Kuning. “Ketika datang ke sini jangkarnya terkait di tanah segumpal, karena masa dulu semua dunia merupakan samudra laut yang luas. Kapal tersebut terdampar, kemudian menghilang,” tutur Atun sembari merangkai kembang tujuh warna itu.
          Lain halnya dengan Putri Kembang Dadar, seorang putri dari kahyangan dengan nama asli Putri Bunga Malur, anak Bunda Kahyangan. Percaya atau tidak, kalau Putri Kembang Dadar ini berada di atas kahyangan, maka langit menjadi mendung, gelap dan berpelangi. ”Sebaliknya, apabila ia turun dari atas kahyangan, maka petir dan hujan pun akan turun,” ungkapnya.
          Sekitar tahun 1554, muncul Kerajaan Palembang yang dirintis Ki Gede Ing Suro, seorang pelarian Kerajaan Pajang, Jawa Tengah. Kerajaan ini juga mengeramatkan Bukit Siguntang dengan mengubur jenazah Panglima Bagus Sekuning dan Panglima Bagus Karang. Keduanya sama-sama berasal dari Mataram Kuno Majapahit. Kedua tokoh itu berjasa memimpin pasukan kerajaan saat menundukkan pasukan Kesultanan Banten yang menyerang Palembang.
          Berbeda lagi dengan Putri Rambut Selako. Nama aslinya Putri Kencana Bungo, berasal dari Keraton Yogya, anak dari Prabu Wijaya. Pangeran Radja Batu Api berasal dari Jeddah, sedangkan Panglima Tuan Djundjungan berasal dari Arab yang menyebarkan agama Islam.

Jumat, 16 November 2012

me and friend

0

activity school

0

























My teacher

0

SMAN 1 Indralaya Utara di HUT ke 7 Menuju RSBI

0


SMAN 1 Indralaya Utara di HUT ke 7 Menuju RSBI




INDRALAYA-OI, BeritAnda - Sebagai salah satu sekolah unggulan yang ada di Kabupaten Ogan Ilir, SMA Negeri 1 Unggulan Indralaya Utara sekarang ini merintis untuk menuju rintisan sekolah berbasis Internasional (RSBI).
Dalam sela-sela peringatan hari jadi SMA Negeri 1 yang ke-7, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Ilir, Drs Baharuddin Noer mengatakan, bahwa untuk menjadi sekolah berbasis internasional perlu kerjasama dengan semua pihak.
”Sekolah rintisan internasional memiliki kriteria khusus baik dari siswa, guru masyarakat, dan komite sekolah, peningkatan kreativitas siswa perlu ditingkatkan, seperti apa yang kita lihat sekarang ini, kreativitas siswa di bidang teknologi informasi begitu nampak,” tuturnya.
“Yang perlu diperhatikan adalah kualifikasi guru, RSBI itu gurunya harus mencapai kualifikasi pendidikan minimal S2, dan Alhamdulillah guru di sini kebanyakan sudah mencapai kualifikasi tersebut,” terangnya.
Peringatan hari jadi SMA Negeri 1 Unggulan Indralaya Utara disisi dengan kegiatan positif nan mendidik, tidak seperti sekolah lain pada umumnya yang mengisi hari jadi dan libur dengan class meting, namun di isi dengan kegiatan lomba antar sekolah yang mengasah kemampuan dan keterampilan siswa. Selain itu, acara tersebut juga dimeriahkan dengan parade pameran hasil kreatifitas siswa.
“Kegiatan ulang tahun SMA Negeri 1 Unggulan Indralaya Utara ini diisi dengan tiga buah tangkai lomba, yakni olimpiade computer, stori telling, lomba cerdas cermat mata pelajaran, yang di ikuti sebanyak 19 regu tingkat SLTP dan MTs se-Kabupaten Ogan Ilir,” ujar Kepala Sekolah Dra Darmawati, MM. SMA Negeri 1 Unggulan Indralaya ini saat ini sedang menuju rintisan sekolah berbasis internasional yang pertama di Kabupaten Ogan Ilir,

pertukaran pelajar dari Yogyakarta

0


pertukaran pelajar dari Yogyakarta

Siswa SMAN 1 Unggulan Indralaya Utara Sambut Kedatangan Peserta Pertukaran Pelajar dari Yogyakarta
INDRALAYA UTARA- Siswa-siswi SMA Negeri 1 Unggulan Indralaya Utara menyambut sebanyak 5 pelajar dari yogyakarta yang menjadi peserta pertukaran pelajar yang ditempat di SMA Negeri 1 Unggulan Indralaya Utara. Para peserta pertukaran pelajar jogja ini akan belajar di sekolah ini selama 2 Minggu dari 7 November – 20 November 2012. Peserta Pertukaran Pelajar ini juga akan tinggal bersama orang tua asuh selama dua minggu. Drs. Jumadi Kardi, M.Si Plt Kepala Sekolah dalam acara penyambutan mengatakan,” Para peserta ini akan belajar di kita di sekolah ini, mengenai budaya yang ada di Ogan Ilir dan kita juga akan banyak belajar dari kawan-kawan kita dari Yogyakarta ini” Kamis (9/11/2012). Acara penyambutan ini berlangsung cukup hangat penuh keakraban, para siswa SMA Negeri 1 Unggulan Indralaya Utara sangat antusias mengikuti acara penyambutan ini. Sebagaimana Informasi yang diterima Tim Ultra Jurnalistik, Tujuan dari pertukaran pelajar ini mengenalkan keanekaragaman dan adat istiadat di Indonesia terutama yang ada di Kabupaten Ogan Ilir. Kedepan diharapkan rasa nasionalisme dan rasa persatuan dan kesatuan antar pelajar semakin terasah. Di acara penyambutan ini, Para peserta pertukaran pelajar ini memperkenalkan diri dan mengungkapkan kesan pertama berada di kabupaten Ogan Ilir, Aditya Novianto siswa kelas XI SMA Negeri 2 Yogyakarta mengungkapkan kesan yang dirasakannya “ Ini pengalaman pertama saya tinggal di rumah yang dindingnya kayu atau tinggal di rumah kayu khas kabupaten Ogan Ilir” Haris Imam K siswa kelas XI SMAN 11 Yogyakarta menambahkann “ suasana disini sangat berbeda dengan di yogyakarta, disini bisa bebas memandangi kebo-kebo yang bebas berkeliaran, kalau di jogja agak susah liat kebo karena disitu kebonya dikandangi” Selain Aditya dan Haris ada 3 kawan lainya yang ditempat di SMA Negeri 1 Unggulan Indrlaya Utara, Zoeys Zamharin siswi SMAN 3 Yogyakarta, Satria Adhi Pamarta Siswa SMAN 10 Yogyakarta dan Laksatya Wirawan siswa SMAN 1 Yogyakarta.